Thursday, December 11, 2014

Nafsumu, Harimaumu

Suatu hari, ada seorang murid bersama gurunya, melewati suatu kampung di lereng bukit yang cukup terjal.  Mereka menghampiri penduduk yang menjual binatang. Dibelilah dua binatang, seekor anak harimau dan seekor keledai. Sang murid senang sekali. Guru bertanya, mana yang kamu sayangi? Murid menjawab, ya jelas harimau, gagah dan keren. Saya bangga punya harimau. Silahkan bawa kata sang guru. Mereka melanjutkan perjalanan, guru menuntun keledainya.
Mereka berdua harus berjalan mendekati bukit. Si murid sorak-sorak kegirangan melihat harimau yang dituntunnya. Tak lama berselang, harimau itu tampak kelaparan.  Si murid harus berbagi bekal daging yang dibawanya untuk diberikan kepada harimau yang jadi pilihannya dan sempat dibanggakannya. Sementara sang guru sesekali merenggut dedaunan untuk diberikan kepada keledainya. Sampai di kaki bukit, jalannya mulai menanjak. Mereka berdua tampak kelelahan. Keledai yang dituntun sang guru sudah cukup kenyang, namun sang guru tetap manaikinya, dan mulailah perjalanan mendaki bukit.
Apa yang terjadi dengan si murid? Bekal dangingnya hampir habis, sementara harimaunya masih lapar, meraung bahkan sesekali menerjang dan mencakar. “Guru, bagaimana ini?” Tanya si murid. Guru yang terus melenggang di atas keledainya berkata, “Ikat saja harimaunya, jangan kasih makan lagi, terus kamu pikul. Cepat, ayo jalan!” Si murid pun melakukannya, meski susah dan sempat mendapat cakaran harimaunya. Dalam pikirannya ia sangat menyesal dengan pilihannya. Ia terus berjalan sambil memikul harimau yang diikatnya. Dengan terseok-seok, ia terus membuntuti gurunya, tanpa kata. Tapi, harimaunya yang kelaparan itu tidak meraung dan mencakar lagi. Hingga, sampai tujuan di sebarang bukit. Sang guru kemudian turun dari keledainya. Sambil menyodorkan sebagian bekalnya kepada si murid, guru mempersilahkan muridnya memakan bekalnya. Murid tampak sangat lahap menikmati makanan dan minuman pemberian gurunya.
Dengan bijak sang guru berkata, “Nafsumu itu ibarat harimaumu tadi. Kamu akan jadi budaknya yang dikuasai sepanjang waktu. Padahal, kita yang seharusnya menguasainya sehingga nafsu bisa membantu kehidupan kita, sepertia keledaiku ini. Lapar telah melumpuhkan buasnya nafsu. Jangan salah pilih. Jangan salah urus. Perut lapar akan membantumu kuasai nafsumu.” Sungguh pelajaran yang sangat dalam.


Sumber : Buku Sehat Gaya Rasul, penulis : Dr. dr. Sagiran, Sp.B., M.Kes.

No comments:

Post a Comment