Suatu hari, ada seorang
murid bersama gurunya, melewati suatu kampung di lereng bukit yang cukup
terjal. Mereka menghampiri penduduk yang
menjual binatang. Dibelilah dua binatang, seekor anak harimau dan seekor
keledai. Sang murid senang sekali. Guru bertanya, mana yang kamu sayangi? Murid
menjawab, ya jelas harimau, gagah dan keren. Saya bangga punya harimau. Silahkan
bawa kata sang guru. Mereka melanjutkan perjalanan, guru menuntun keledainya.
Mereka berdua harus
berjalan mendekati bukit. Si murid sorak-sorak kegirangan melihat harimau yang
dituntunnya. Tak lama berselang, harimau itu tampak kelaparan. Si murid harus berbagi bekal daging yang
dibawanya untuk diberikan kepada harimau yang jadi pilihannya dan sempat
dibanggakannya. Sementara sang guru sesekali merenggut dedaunan untuk diberikan
kepada keledainya. Sampai di kaki bukit, jalannya mulai menanjak. Mereka berdua
tampak kelelahan. Keledai yang dituntun sang guru sudah cukup kenyang, namun sang
guru tetap manaikinya, dan mulailah perjalanan mendaki bukit.
Apa yang terjadi dengan
si murid? Bekal dangingnya hampir habis, sementara harimaunya masih lapar,
meraung bahkan sesekali menerjang dan mencakar. “Guru, bagaimana ini?” Tanya si
murid. Guru yang terus melenggang di atas keledainya berkata, “Ikat saja
harimaunya, jangan kasih makan lagi, terus kamu pikul. Cepat, ayo jalan!” Si
murid pun melakukannya, meski susah dan sempat mendapat cakaran harimaunya. Dalam
pikirannya ia sangat menyesal dengan pilihannya. Ia terus berjalan sambil
memikul harimau yang diikatnya. Dengan terseok-seok, ia terus membuntuti
gurunya, tanpa kata. Tapi, harimaunya yang kelaparan itu tidak meraung dan
mencakar lagi. Hingga, sampai tujuan di sebarang bukit. Sang guru kemudian
turun dari keledainya. Sambil menyodorkan sebagian bekalnya kepada si murid,
guru mempersilahkan muridnya memakan bekalnya. Murid tampak sangat lahap
menikmati makanan dan minuman pemberian gurunya.
Dengan bijak sang guru
berkata, “Nafsumu itu ibarat harimaumu tadi. Kamu akan jadi budaknya yang
dikuasai sepanjang waktu. Padahal, kita yang seharusnya menguasainya sehingga
nafsu bisa membantu kehidupan kita, sepertia keledaiku ini. Lapar telah
melumpuhkan buasnya nafsu. Jangan salah pilih. Jangan salah urus. Perut lapar
akan membantumu kuasai nafsumu.” Sungguh pelajaran yang sangat dalam.
Sumber : Buku Sehat Gaya Rasul, penulis
: Dr. dr. Sagiran, Sp.B., M.Kes.
No comments:
Post a Comment